Tiada yang lebih berharga dan berarti dalam hidup seorang hamba selain berinteraksi dengan Al Qur'anul Karim. Al Qur'an merupakan petunjuk hidup bagi manusia dalam mengarungi samudera kehidupan. Lalu apakah ada aktivitas kehidupan manusia yang lebih berharga selain berinteraksi dengan Al Khaliq yang menurunkannya? Kenikmatan apakah yang dapat menandingi nikmatnya berdialog dan bermunajat dengan yang menciptakan kita?
Tafsir Fi Zhilalil Quran : Di Bawah Naungan Al Quran lahir dari perenungan penulisnya yang sangat mendalam dan interaksi yang begitu menyatu dengan Al Quran. Ia merupakan buah tarbiyah Rabbani yang dikaruniakan kepada seorang hamba yang telah menjual dirinya dengan syahid di jalan-Nya di atas tiang gantungan. Ia lahir dari seorang mujahid agung yang mengungkapkan pemikiran-pemikirannya dalam gaya bahasa sastra yang tinggi.
Berkat semua itu, jadilah Tafsir Fi Zhilalil Quran : Di Bawah Naungan Al Quran sebagai sebuah buku tafsir yang berbeda dari buku tafsir lainnya dengan kandungan hujjah dan jiwa perjuangan yang kuat. Sesuai dengan judulnya, dalam buku ini kita akan menemukan nuansa Qurani yang begitu kental, seakan-akan kita berbicara langsung dengan Yang Menurunkannya, Allah Azza wa Jalla.
Suatu anugerah yang besar jika kita dapat juga merasakan nikmatnya hidup di bawah naungan Al Quran sebagaimana yang telah dirasakan oleh Asy Syahid Sayyid Quthb Rahimahullah. Wallahu a'lam bish shawab
Edisi Bahasa Indonesia ini dibagi menjadi 12 buku. Jilid 1 mencakup tafsir Surat Al Fatihah : 1 sampai Al Baqarah : 286
The saying that 鈥楾he pen is mightier than the sword鈥� accurately describes the life-story of Sayyid Qutb ( 爻賷丿 賯胤亘 ); who was an Egyptian prominent revivalist, ideologue, thinker, and a leading intellectual of the Egyptian Muslim Brotherhood (al 'Ikhwan ul- Muslimun) in the 1950s and 60s.
He is best known for his work on redefining the role of Islam in social and political change, particularly in his book Ma'alimu fi-l-Tareeq (Milestones). But the majority of his theory could be found in his extensive Qur'anic commentary(tafseer) : Fi zilal il-Qur'an (In the shade of the Qur'an); the noteworthy multi-volume work for its innovative method of interpretation; which contributed significantly to modern perceptions of Islamic concepts.
His early life was spent in an Egyptian village. Then he moved to Cairo where he received his university education between 1929 and 1933, and where he started his career as a teacher. During his early career, Qutb devoted himself to literature as an author and critic. Writing such novels as Ashwak (Thorns) and even elevating Egyptian novelist Naguib Mahfouz from obscurity. In 1939, he became a functionary in Egypt's Ministry of Education (Wizarat ul-Ma'arif ). From 1948 to 1950, he went to the United States on a scholarship to study the educational system, studying at Colorado State College of Education (Now the University of Northern Colorado).
It was during this period that Qutb wrote his first major theoretical work of religious social criticism, al-'Adala Tul-Ijtima'iyyatu Fil-Islam (Social Justice in Islam), which was published in 1949, during his time overseas.
Though Islam gave him much peace and contentment, he suffered from respiratory and other health problems throughout his life, thus he never married.
Qutb was extremely critical of many things in the United States: its materialism, brutal individualism, merciless economic system, unreasonable restrictions on divorce, sick enthusiasm for sports, "animal-like" mixing of the sexes (which went on even in churches), and lack of support for the Palestinian struggle.
Qutb discovered -very early- that the major aspects of the American life were primitive and "shocking".
His experience in the United States is believed to have formed in part the impetus for his rejection of Western values and his move towards Islam upon returning to Egypt. Resigning from the civil service, he joined the Muslim Brotherhood in the early 1950s and became editor-in-chief of the Brothers' weekly al-'Ikhwan ul-Muslimun, and later head of the propaganda section, as well as an appointed member of the Working Committee and of the Guidance Council, the highest branch.
walau saya bacanya terjemahan Indonesia, tapi benar-benar terasa bagaimana Sayyid Quthb mencintai Al-Quran. terbaca di tiap kata-katanya.. dan saya terhanyut T.T.. Sayyid Quthb mengajarkan (secara tak langsung) bahwa Al-Quran benar-benar jendela kehidupan, jiwa begitu lepas lapang dengan Al-Quran betapapun raga terpenjara. Ini buku tafsir pertama yg saya punya, dan semoga menjadi penyemangat, penambah cinta pada Al-Quran, bertambah ta'dhim padaNya..
NB: sangat recomended membaca tafsir dulu sebelum menghafal ^^ kalopun udah hafal, membaca tafsir dan mentadaburinya membuat surat yang kita baca/hafal sangat terasa bermakna (terutama ketika dibaca saat sholat):)
Kajiannya menarik, sangat menarik... matematis, indah basahanya, menyentuh, pertama kali saya baca buku ini saya penasaran setelah membaca buku tafsirnya quraish sahab.
entah kenapa saya sangat menyukai kajian tafsir, walaupun sebenarnya berat (lagi cari tafsirnya sya'rawi).