Å·±¦ÓéÀÖ

Jump to ratings and reviews
Rate this book

Asmaradana: Pilihan Sajak, 1961-1991

Rate this book
This is a collection of selected poetry in span of 30 years by Goenawan Mohamad, one of the founders of TEMPO a prominenet Indonesian newsmagazine and a renowed figure in the country literary scene.

143 pages, Paperback

First published January 1, 1992

6 people are currently reading
250 people want to read

About the author

Goenawan Mohamad

105Ìýbooks503Ìýfollowers
Ia seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tanpa lelah, ia memperjuangkan kebebasan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikan-nya. Tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Seminggu sekali menulis kolom “Catatan Pinggir� di Majalah Tempo.

Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo kelahiran Karangasem Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum.

Ia juga pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B. Jassin. “Mbakyu saya juga ada yang menulis, entah di harian apa, di zaman Jepang,� tutur Goenawan.

Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Goenawan Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.

Ketika Majalah Tempo kembali terbit setelah Pak Harto diturunkan pada 1998, berbagai perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan mutunya. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo.

Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohamad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tomy Winata, (17/5/2004). Pernyataan Goenawan yang dimuat Koran Tempo pada 12-13 Maret 2003 dinilai telah melakukan pencemaran nama baik bos Arta Graha itu.

Goenawan yang biasa dipanggil Goen, mempelajari psikologi di Universitas Indonesia, mempelajari ilmu politik di Belgia dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.

Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982).

Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah.

(from tokohindonesia.com)

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
53 (31%)
4 stars
66 (39%)
3 stars
36 (21%)
2 stars
8 (4%)
1 star
3 (1%)
Displaying 1 - 10 of 10 reviews
Profile Image for gustie chan.
44 reviews2 followers
December 25, 2007
baca kumpulan puisi ini gara-gara ikut lomba baca puisi karya Goenawan Muhammad di gramedia matraman waktu SMP, waktu itu ketemu beliau, sampe sekarang jadi penggemar beratnya... ahhh... gw suka puisinya yang berjudul "puisi untuk Yap Thiam Hien"
Profile Image for Inggita.
AuthorÌý1 book21 followers
May 15, 2008
I'm a devoted subscriber of his literary style, whether in prose or lyrics. The words simple, adorned yet powerful, the themes ride high on imagination yet feel close to our everyday obsessions.
Profile Image for Masya Ruhulessin.
28 reviews13 followers
January 27, 2013
Buku ini memuat sajak-sajak pilihan Goenawan Mohamad dari tahun 1961-1991.
Saya selalu suka sajak penyair yang satu ini karena penuh makna dan konsep yang menawan.
Lihat saja cuplikan sajak yang sangat padat dalam "nota untuk umur 49 tahun" dibawah ini


Pasir dalam gelas waktu
menghambur ke dalam plasmaku


Kelanjutannya, silahkan di baca kemudian :)

Profile Image for Windry.
AuthorÌý12 books818 followers
Read
December 11, 2007
*membaca dengan hati-hati (tangan bersih, tidak sambil tiduran dan sambil menahan nafas) ... secara ini buku pinjaman (yang langka), fisiknya masih sangat licins dan pemiliknya melankolis*
Profile Image for kinu triatmojo.
288 reviews3 followers
May 15, 2008
untuk urusan tema2 cinta dan seks, opa ini biangnya. metaforanya kompleks (untuk bilang, saya gak ngerti :D)dan pengaruh si opa terlihat jejaknya di puisi2 penyair2 indonesia di angkatan bawahnya.
Profile Image for Willy Akhdes.
AuthorÌý1 book14 followers
April 19, 2017
PERJALANAN MALAM

Wer reitet so spat durch Nacht und Wind?
Er ist der Vater mit seinem Kind
- GOETHE

Mereka berkuda sepanjang malam,
sepanjang pantai terguyur garam.
Si bapak memeluk dan si anak dingin,
menembus kelam dan gempar angin.

Adakah sekejap anak tertidur,
atau takutkan ombak melimbur?
“Bapak, aku tahu langkah si hantu,
ia memburuku di ujung itu.�

Si bapak diam meregang sanggurdi,
merasakan sesuatu akan terjadi.
“Kita teruskan saja sampai sampai,
sampai tak lagi terbujur pantai.�

“Tapi ‘ku tahu apa nasibku,
lepaskanlah aku dari pelukmu.�
“Tahanlah, buyung, dan tinggallah diam,
mungkin ada cahaya tenggelam.�

Namun si hantu tak lama nunggu:
dilepaskannya cinta (bagai belenggu).
Si anak pun terbang ke sebuah cuaca:
“Bapak, aku mungkin kangen di sana.�

1976
Displaying 1 - 10 of 10 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.