What do you think?
Rate this book
568 pages, Paperback
First published February 1, 2013
Justru kita perlu bermimpi. Karena mimpi itu yang menentukan perjalanan. Mimpi itu yang mengubah manusia.
Justru karena masih ada mimpi, kita jadi punya alasan untuk terus hidup, terus maju, terus berjalan, terus mengejar.
Jadi mama itu di mana mana selalu cerewet, kamu jangan bosan
Keindahan India, dibalik ironi yang ada.
Episode selanjutnya ialah jejak langkah menuju Pakistan. Titik perjuangan kembali dimulai. Dari betapa sulitnya mendapatkan izin masuk, hingga terkepung ditengah-tengah barisan para demonstran. Orang-orang begitu beringas tak kenal ampun. Penghinaan terhadap agama dijadikan pegangan untuk berbuat apa saja. Menghancurkan wajah-wajah Amerika sudah menjadi hal yang biasa. Wajah perekonomian yang mencerminkan negara adidaya diubah menjadi abu. �Mereka benci Amerika, namun cinta dolarnya,� sebuah ironis membentang di sana.
Sekali lagi, kehidupan di Pakistan seperti fatamorgana. Muka-muka marah itu sesungguhnya tak bisa menutupi sifat asli penduduk di sana. Abang Ming bahkan berani berkata bahwa orang Pakistan adalah salah satu penduduk paling ramah sedunia. Mereka sangat memuliakan tamu. Bagi mereka, membahagiakan musafir itu adalah salah satu cara memuliakan agama. Luar biasa! �Aku datang di Pakistan di tengah kemelut penyakit fatal, tapi Pakistan justru menyambutku dengan bercangkir-cangkir teh, pelukan hangat, kibaran jubah gamiz…� Hal.311
Titik Nol adalah sajian kehidupan. Terlalu banyak hal yang bisa diceritakan. Rasanya, barisan kata yang tersaji di ulasan ini tidak akan pernah bisa menggambarkan secara utuh pesona buku ini. Kelebihan lain dari buku ini adalah Abang Ming mau bercerita tentang keluarga. Menjadikan buku semakin lengkap dan bermakna. �Perasaan kasih antara orang tua dengan anaknya, apa pun latar belakang bangsa dan budaya, dimana-mana adalah sama.� Hal. 330
Perjalanan, dimanapun itu dilakukan tak pernah bisa memabukkan para pelakon hingga melupakan tanah air. �Indonesia memang bukanlah negeri yang sempurna, namun perjalanan membuat aku semakin menghargai tanah airku sendiri, bangsa dan identitasku, masa lalu dan hari depanku.� Hal 414. Pada akhirnya, di Indonesia pulalah Abang Ming kembali. Kembali ke pelukan Ibu pertiwi di tengah-tengah keluarga yang saling mencintai –bagaimanapun sikap mereka diperlihatkan.
�Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dilalui semua pejalan. Dari Titik Nol kita berangkat, kepada Titik Nol kita kembali.�
Catatan : Ulasan ini juga dimuat di blog pribadi saya yang ada di