Nur'aini Cahayamata's Reviews > Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan
Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan
by
by

Sebagai  penggemar Travel Book, saya menemukan cita rasa berbeda dari bagaimana Agustinus Wibowo mengisahkan perjalanannya di dalam buku ‘Titik Nol� ini. Apa yang selama ini dielu-elukan dalam cerita bernama ‘traveling� justru dikemas dari sisi yang tidak biasanya. Bukan lagi tentang pesona suatu lokasi wisata, kemegahan dan kecanggihan fasilitas bangsa, atau keseruan menelusuri tempat-tempat baru. Namun sebuah perjalanan berliku, menantang jiwa petualangan, dengan segala keterbatasan dan hambatan, yang mengulik keeksotisan kehidupan penduduk di tempat persinggahan, menyaksikan langsung ritual setempat, lengkap dengan tragedi dan gaya hidupnya.
Semuanya bermula dari kepulangan Agustinus ke ‘rumahâ€�, setelah melanglang buana nyaris 10 tahun lamanya, karena mendengar kabar Mamanya yang kritis dengan kanker ovarium yang sudah bermetastase ke organ tubuh yang lain.Â
Kemudian hari-hari berkisahpun dimulai. Agustinus yang menjalankan perannya sebagai anak, membaktikan diri merawat hari demi hari Mamanya yang hanya mampu berbaring di bed pasien, mengisahkan lika-liku perjalanan, sebuah  ‘safarnama�, yang alurnya di dalam buku ini, juga mengikuti kisah-kisah lama yang terjadi di dalam kehidupan Mamanya. Perempuan keturunan Tionghoa yang hanya tahu tentang bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.
Jika dilihat, justru negara-negara dan tempat yang dikunjungi, dan bagaimana Agustinus melakukan perjalannnya, sangat tidak disarankan dan bukan kebiasaan para turis yang hanya ingin menikmati kemewahan, jeprat-jepret keindahan. Ada kisah-kisah unik yang dibawa penulis dari setiap tempat yang disinggahinya. Pembuktian-pembuktian terhadap rumor suatu bangsa. Seperti India yang tidak seromantis di film-film nya, tetapi justru penuh konflik dan drama, tentang kaum Syi’ah yang mencambuki diri sendiri ketika perayaan Muharram, tentang Afghanistan yang tidak melulu tentang bom dan perang.
Bahasa yang digunakan Agustinus dalam mendeskripsikan kejadian demi kejadian sangat runut dan enak untuk dibaca. Alurnya juga jelas, meski diselang-selingi dengan cerita tentang keluarga, namun tetap mudah untuk dipahami.Â
Semuanya bermula dari kepulangan Agustinus ke ‘rumahâ€�, setelah melanglang buana nyaris 10 tahun lamanya, karena mendengar kabar Mamanya yang kritis dengan kanker ovarium yang sudah bermetastase ke organ tubuh yang lain.Â
Kemudian hari-hari berkisahpun dimulai. Agustinus yang menjalankan perannya sebagai anak, membaktikan diri merawat hari demi hari Mamanya yang hanya mampu berbaring di bed pasien, mengisahkan lika-liku perjalanan, sebuah  ‘safarnama�, yang alurnya di dalam buku ini, juga mengikuti kisah-kisah lama yang terjadi di dalam kehidupan Mamanya. Perempuan keturunan Tionghoa yang hanya tahu tentang bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.
Jika dilihat, justru negara-negara dan tempat yang dikunjungi, dan bagaimana Agustinus melakukan perjalannnya, sangat tidak disarankan dan bukan kebiasaan para turis yang hanya ingin menikmati kemewahan, jeprat-jepret keindahan. Ada kisah-kisah unik yang dibawa penulis dari setiap tempat yang disinggahinya. Pembuktian-pembuktian terhadap rumor suatu bangsa. Seperti India yang tidak seromantis di film-film nya, tetapi justru penuh konflik dan drama, tentang kaum Syi’ah yang mencambuki diri sendiri ketika perayaan Muharram, tentang Afghanistan yang tidak melulu tentang bom dan perang.
Bahasa yang digunakan Agustinus dalam mendeskripsikan kejadian demi kejadian sangat runut dan enak untuk dibaca. Alurnya juga jelas, meski diselang-selingi dengan cerita tentang keluarga, namun tetap mudah untuk dipahami.Â
Sign into Å·±¦ÓéÀÖ to see if any of your friends have read
Titik Nol.
Sign In »
Reading Progress
April 28, 2017
– Shelved
April 29, 2017
–
Started Reading
September 21, 2017
–
Finished Reading