Å·±¦ÓéÀÖ

Anjar Priandoyo's Reviews > Madilog

Madilog by Tan Malaka
Rate this book
Clear rating

by
45723780
's review

liked it
bookshelves: indonesia

Hari ini adalah hari kelahiran Tan Malaka, 2 Juni 1897. Tan Malaka adalah tokoh kontroversial dalam sejarah Indonesia. Bagi orang Indonesia, sangat sulit untuk memberikan penilaian terhadap Tan Malaka secara obyektif. Mungkin hanya orang asing seperti Harry A. Poeze yang bisa menilai secara independen, persis seperti hanya orang asing seperti Peter Carey yang bisa independen menilai seorang Diponegoro. Orang seperti Poeze atau Carey butuh lebih dari empat puluh tahun untuk bisa menilai seseorang dari berbagai sumber referensi, itu pun rasanya belum selesai.

Penilaian seseorang terhadap segala sesuatu memang berpotensi bias, tergantung pada posisi mana ia berada. Mungkin ini juga yang memotivasi Tan Malaka untuk menulis Madilog (1943) karena dalam pandangannya banyak orang punya wawasan yang sempit, orang butuh sebuah cara pandang yang obyektif dan tidak bias, kurang lebih menurut Tan Malaka punya pandangan dunia (Weltanschauung). Madilog mungkin buku paling penting dari Tan Malaka selain Menuju Republik Indonesia (1925) dan Aksi Massa (1926).

Seorang Indonesia seperti Ignas Kleden membandingkan Madilog seperti buku The Open Society and Its Enemies (1945) Karl Popper. Seorang Franz Magnis-Suseno membandingkan Madilog seperti karya Dialectics of Nature (1883) Friedrich Engels. Popper dan Engels adalah filsuf besar pada jamannya, artinya kurang lebih Tan Malaka juga memiliki keluasan berpikir sekelas seperti filsuf besar lainnya.

Sebagai sesama filsuf besar, Tan Malaka memang layak disandingkan dengan Karl Popper. Karl Popper menulis The Logic of Scientific Discovery (1934) yang merupakan buku paling wajib bagi metode penelitian, sama seperti Tan Malaka menulis Madilog. Karl Popper juga menulis The Open Society and Its Enemies sebagai buku politik, mirip seperti buku politik Menuju Republik Indonesia dan Aksi Massa.

Sebagai mana pemikir besar lainnya, yang tidak lepas dari kontroversi mulai dari Descartes vs Bacon, Einstein vs Bohr, Newton vs Leibniz bahkan Karl Popper vs Thomas Kuhn The Structure of Scientific Revolutions. Pemikiran Tan Malaka dalam Madilog juga seratus persen salah jika dilihat dari sudut pandang yang lain.

Berdasarkan SK Presiden RI No 53/ 1963, Tan Malaka adalah seorang pahlawan nasional, gelar ini sampai sekarang belum dicabut. Namun membaca buku-buku Tan Malaka, saya paham kenapa TNI dan pemerintah melarang peredaran buku-buku Tan Malaka, termasuk menempatkan Tan Malaka sebagai sosok yang kontroversial.

Madilog sendiri adalah sebuah buku yang ditulis selama delapan bulan, dari Juli 1942 sampai Maret 1943. Buku ini cukup tebal dengan jumlah 539 halaman atau sekitar 152,437 kata. Buku ini ditulis dalam masa penjajahan Jepang dimana Tan Malaka menuliskannya secara sembunyi-sembunyi, jadi tentunya secara kualitas tentunya sangat jauh dengan tulisan karya filsuf besar yang menulis dengan tenang di rumah dengan akses perpustakaan besar.

Karena di tulis pada tahun 1942 banyak fakta sejarah yang menarik seperti penduduk China yang pada waktu itu hanya berjumlah 400 juta jiwa atau jumlah penduduk Hindia Belanda 70 juta jiwa. Di luar itu cara pandang Tan Malaka mungkin tidak terlalu ilmiah seperti kehidupan di Mars dan atau tulisan mengenai kebudayaan Asia yang menghabiskan hampir setengah bagian dari buku.

Translation:
Today is the birthday of Tan Malaka, June 2, 1897. Tan Malaka is a controversial figure in Indonesian history. For Indonesians, it is very difficult to judge Tan Malaka objectively. Perhaps only foreigners like Harry A. Poeze a Dutch who can judge independently, just like a British like Peter Carey who can independently appraise Diponegoro. People like Poeze or Carey need more than forty years to be able to judge a person from multiple sources of reference, even that does not seem finished.

A person's judgment of everything is potentially biased, depending on where he or she is. Perhaps this also motivated Tan Malaka to write Madilog (1943) because in his view many people have narrow insights, people need an objective and unbiased view, more or less according to Tan Malaka's worldview (Weltanschauung). Madilog may be the most important book of Tan Malaka besides Toward the Republic of Indonesia (1925) and Mass Action (1926).

An Indonesian like Ignas Kleden compares Madilog like The Open Society and Its Enemies (1945) Karl Popper. A Franz Magnis-Suseno compares Madilog like the work of Dialectics of Nature (1883) by Friedrich Engels. Popper and Engels was the great philosopher of his time, meaning that Tan Malaka was also about as much a class as any other great philosopher.

As a great philosopher, Tan Malaka is worthy juxtaposed with Karl Popper. Karl Popper wrote The Logic of Scientific Discovery (1934) which is one of the most important books for research methods, just as Tan Malaka wrote Madilog. Karl Popper also wrote The Open Society and Its Enemies as a political book, much like a Tan Malaka's political book Toward the Republic of Indonesia and Mass Action.

Similar with other great thinkers, who can not escape the controversy such as Descartes vs. Bacon, Einstein vs. Bohr, Newton vs. Leibniz even Karl Popper vs. Thomas Kuhn The Structure of Scientific Revolutions. The thought of Tan Malaka in Madilog is also one hundred percent wrong when viewed from another perspective.

Based on Presidential Decree No. 53/1963, Tan Malaka is a national hero, this title has not been revoked. But reading Tan Malaka's books, I understand why the TNI and the government banned the circulation of Tan Malaka's books, including placing Tan Malaka as a controversial figure.

Madilog itself is a book written for eight months, from July 1942 to March 1943. This book is quite thick with the number of 539 pages or about 152,437 words. This book was written during the Japanese occupation where Tan Malaka wrote it secretly, so of course, the quality is far from the writings of the great philosopher which writes quietly at home with access to a large library.

Because written in 1942 many interesting historical facts such as the population of China which at that time only amounted to 400 million people or the population of the Netherlands East Indies 70 million people. Beyond that perspective, Tan Malaka may not be as scholarly as his writing on the life on Mars and or the writings on Asian culture that spend almost half of the book.
2 likes ·  âˆ� flag

Sign into Å·±¦ÓéÀÖ to see if any of your friends have read Madilog.
Sign In »

Quotes Anjar Liked

Tan Malaka
“Bahwa kebiasaan menghafal itu tidak menambah kecerdasan, malah menjadikan saya bodoh, mekanis, seperti mesin.(Pendahuluan - Perpustakaan page 24)”
Tan Malaka, Madilog


Reading Progress

June 1, 2018 – Started Reading
June 1, 2018 – Shelved
June 1, 2018 – Shelved as: indonesia
June 3, 2018 – Finished Reading

No comments have been added yet.