Å·±¦ÓéÀÖ

Pesantren Quotes

Quotes tagged as "pesantren" Showing 1-13 of 13
Nailal Fahmi
“Memang hukum fiqih itu didesain bisa berubah mengikuti zaman dengan dipandu kaidah-kaidah yang biasa disebut Qowaidul Fiqh. Hal ini tentu sangat penting, apalagi pengetahuan dan penemuan saat ini semakin canggih. Twitter contohnya. Media sosial yang sering dijadikan tempat perang ini punya fenomena jual-beli follower. Mereka menyamakan follower dengan barang yang bisa diuangkan. Gue ngebayangin akan ada Ahli Fiqih yang nantinya membuat hukum zakat follower. Jadi setiap lebaran tiba, pengguna Twitter yang punya satu juta follower (setara nisab 85 gram emas) dan sudah mencapai haul-nya, maka wajib menzakatkan 2,5% follower-nya untuk para mustahiq. Mustahiq itu adalah pengguna Twitter yang hanya punya follower nggak lebih dari 100, dan memasang foto dengan pakaian lusuh sambil menadahkan tangan. Mereka juga harus pakai hashtag #FF #fakirfollower.”
Nailal Fahmi, Di Bawah Bendera Sarung

Nailal Fahmi
“Buat anak muda seusia gue, menikah adalah masalah menjaga kehormatan dan juga tentang kesiapan mental. Dan gue merasa punya mental untuk itu. Menundanya berarti merendahkan mental yang sejauh ini terbentuk. Selain itu, menikah, menurut pandangan Empat Mazhab Fiqih, menjadi wajib jika seseorang telah mampu dan senantiasa mengkhawatirkan dirinya akan terjerumus pada kemaksiatan.”
Nailal Fahmi, Di Bawah Bendera Sarung

Dian Nafi
“banyak orang yang paham, bu Nyai-ibunya Gus Mafazi- adalah perempuan yang sangat keras. bukan saja disiplin tapi juga pengejar kesempurnaan,”
Dian Nafi, Gus

Nailal Fahmi
“Di pesantren, gue belajar bahwa keberagamaan adalah sikap. Ia bukan hanya sebatas pikiran, tanpa perbuatan nyata. Bukan sekadar omong kosong tanpa realisasi. Keyakinan harus diterjemahkan ke dalam sebuah aktivitas. Keimanan harus membumi bukan melangit. Menjadi perbuatan-perbuatan baik.”
Nailal Fahmi, Di Bawah Bendera Sarung

Dian Nafi
“Apakah seharga itu kedudukan Kyai dan Nyai? Ditukar dengan materi dan kemewahan?”
Dian Nafi, Gus

Dian Nafi
“Pesantren yang dia ampu tak ayal adalah buah setelah perjuangan selama bertahun-tahun. Perjuangan dan doa yang tak mengenal lelah dan payah.”
Dian Nafi, Gus

Dian Nafi
“Lantunan Alquran yang menggetarkan jiwa setiap saat di pesantren mengikis sedikit demi sedikit kemaksiatan dan kejahiliyahan yang dulu mencekam daerah sekitarnya.”
Dian Nafi, Gus

Dian Nafi
“lama di pesantren membuatku dengan sendirinya menguasai banyak ketrampilan yang tak dimiliki anak rumahan”
Dian Nafi, Matahari Mata Hati

Dian Nafi
“Gus itu ya masih ningrat to, ningratnya kaum santri, pesantren. Seperti juga Kyai.”
Dian Nafi, Mengejar Mukti

Dian Nafi
“Kamu walau memang dari kaum santri tapi ayahmu bukan kyai, jadi kamu bukan gus, bukan ningrat.”
Dian Nafi, Mengejar Mukti

Dian Nafi
“Dengan gayanya sendiri yang berbeda dan kemandirian, dia meneruskan pesantren peninggalan orang tuanya”
Dian Nafi, BANU Pewaris Trah Pesantren

Dian Nafi
“Kamu anak sulung. Musti menjadi penerus pesantren keluarga ini”
Dian Nafi, BANU Pewaris Trah Pesantren

“Dia mau dijodohkan oleh guru pondoknya. Agar suatu saat, dia bisa mengajar bersama dipondok abi-nya tersebut. Apa daya diri yang berandalan ini, yang terlalu tinggi berharap, sampai kakinya lupa terpijak.”
Nurdin Ferdiansyah