Å·±¦ÓéÀÖ

Air Mata Quotes

Quotes tagged as "air-mata" Showing 1-21 of 21
Arswendo Atmowiloto
“Wujud cinta adalah air mata”
Arswendo Atmowiloto, Kau Memanggilku Malaikat

Titon Rahmawan
“Apakah arti kematian ini selain pelukan keabadian. Tempat kemana air mataku jatuh bergulir, kemana rohku pergi melangkah, dan sayap-sayapku terbang tinggi membubung.

- Harsimran Tapasvi, Tawanan Kepedihan”
Titon Rahmawan

Dian Nafi
“Apakah cinta selalu menyediakan air mata?”
Dian Nafi, Ayah, Lelaki Itu Mengkhianatiku

“keringat dan air mata adalah anak sungai yg akan terus mengangkut sampan impianku. Diatasnya, akan kutompangkan impian-impian manis banyak orang. Sebab sampan ini terlalu luas jika hanya dihuni impianku sendiri”
firman nofeki

Dian Nafi
“Air mata pun berbeda arti dan maknanya. Tergantung mata air apa yang mengalirkannya. Dan matahari serta mata hati apa yang melelehkannya.”
Dian Nafi, Matahari Mata Hati

Dian Nafi
“Saat khotbah wukuf dan doa dibacakan, seluruh tubuhku bergetar. Setelah bersimbah air mata semalam, masih ditambah lagi dengan banjir air mata hari ini. Diri ini menjadi begitu kerdil dengan segala kelemahan dan kehinaan diri.”
Dian Nafi, Miss Backpacker Naik Haji

“Orang yang gagal tidak layak untuk meneteskan air mata.”
Devania Annesya, Maya Maia

Dian Nafi
“Ku berharap ini semua mimpi, dan ayah akan terbangun. Namun, tubuh sang ayah tetap terbujur kaku di depanku saat aku membuka mata. Air mata semakin menderas.”
Dian Nafi, Matahari Mata Hati

Alfin Rizal
“aku air mata yang bergenang kesepian,
memantulkan warna malam usai hujan.
dan kau, kenangan paling keras kepala
sukar ditukar dan ditakar kadarnya.”
Alfin Rizal, Mengunjungi Hujan yang Berteduh di Matamu

Dian Nafi
“Kemal menarik lengan&badanku. Aku menyorongkan tubuh agar menyentuh dinding Kabah,menciuminya&melelehlah air mataku di sana bersama doa-doa”
Dian Nafi, Miss Backpacker Naik Haji

Dian Nafi
“Doa yang panjang,padat dan berisi penuh kehambaan dan permohonan ampun kepada-Nya membawa kami luruh. Terbayang dosa-dosa dan kemaksiatan yang telah lalu. Air mata tak henti-hentinya menetes, seiring tetes air hujan yang turun rintik-rintik membasahi bumi.”
Dian Nafi, Miss Backpacker Naik Haji

Dian Nafi
“kutinggalkan Masjidil Haram dg gontai. Air mata terkuras,hati serasa tak rela, tapi aku hrs pulang. tak boleh masuk lagi jk sdh Tawaf Wada”
Dian Nafi, Miss Backpacker Naik Haji

Dian Nafi
“Wajah Ka’bah yg terekam dlm mataku yg terpejam,membuat air mata mengalir lagi.Aku sdg bergerak meninggalkan semua ini&blm tahu kpn kembali”
Dian Nafi, Miss Backpacker Naik Haji

“Kering sudah muara sungaiku. Menamparmu yang menari, bernyanyi, dan berjalan memunggungiku. Musnah aral dalam pelarian. Kau rampas sukmaku.”
Liestianti Hapsari

Sam Haidy
“Hanya pantai yang mampu membaca
Pasang surut hatinya
Hanya laut yang mampu mengeja
Rasa air matanya”
Sam Haidy, Nocturnal Journal

“Aku; ialah sajak kusut yang siap larut beriringan dengan air mata yang surut.”
Dina Zettira Putri

“Rindu


Serupa bulir-bulir air mata.
Yang datang tiba-tiba, tanpa tahu penyebabnya.”
Ira Diana

“Ah, betapa aku membenci perpisahan, ibu. Ia hanya menyisakan tawa menjelma debu.”
Robi Aulia Abdi

Titon Rahmawan
“Aku Pernah Memberimu Nama

Aku pernah memberimu nama, mungkin kau lupa. Apa arti sebuah nama? Kaupetik ungkapan itu dari sebuah buku dan aku hanya tersenyum mengiyakan.

Tapi aku menyukai nama yang aku berikan kepadamu. Meski sudah lama sekali rasanya aku tak menyapa dirimu dengan sebutan itu.

Seperti ada yang hilang dari almanak. Hari-hari tanpa jejak. Waktu yang tak lagi memberi kita sekadar jarak untuk menghitung lagi apa yang pernah saling kita beri.

Katamu, ini bukan tentang apa yang pernah engkau terima. Engkau tak merasa menyimpan apa-apa. Juga perasaan-perasaan yang dulu pernah aku titipkan kepadamu.

Sebuah buku yang lusuh berisi potret kelabu. Mungkin perjalanan, mungkin juga kenangan. Beberapa penggal puisi yang tak lagi mampu menyembunyikan dirinya dari air mata.

Dan lukisan wajah senja yang mengabur saat matahari perlahan tenggelam di dalam hitam bola matamu tak lagi mengingat namaku.”
Titon Rahmawan

“Ketika satu demi satu kabut menjadi awan gelap di luar jendela
Aku mengingatmu karena aku masih mencintaimu
Aku berulang kali mengumpulkan air mataku pada sebuah surat lalu mengirimnya ke langit
Aku menunggu

Ketika satu demi satu gerimis menjadi hujan lebat di luar jendela
Aku merindukanmu karena aku masih mencintaimu
Aku kembali menjatuhkan air mataku setelah mendapat surat balasan dari langit
Aku sudah menerima pesanmu
Aku sedang menangis bersamamu
Aku akan mempercayai itu”
Ammi Mayus

“Sewaktu menatap kepergianmu aku menangis saat hujan mulai jatuh dari atas langit.
Aku menatap air mataku sendiri yang jatuh lalu bersembunyi di bawah tanah berumput.
Aku dan hujan tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang lebih dulu membasahi rerumputan,
aku dan rerumputan tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang lebih dulu kehujanan.”
Ammi Mayus